Ini Kata Staf Khusus Gubernur Soal Tidak Dilantiknya Elly Lasut Sebagai Bupati Talaud -->
Cari Berita

Advertisement

Ini Kata Staf Khusus Gubernur Soal Tidak Dilantiknya Elly Lasut Sebagai Bupati Talaud

Selasa, 06 Agustus 2019

Stafsus Gubernur Husen Tuahuns, kiri (kemeja kotak-kotak) Max Siso (kemeja putih). (Foto:Ist)
Manadoinside.com, Kontroversi tak dilantik Bupati terpilih di kepulauan Talaud memantik perhatian para Staf Khusus (Stafsus) Gubernur Sulut Olly Dondokambey.


Pasalnya, Stafsus Max Siso dan Husen Tuahuns, merasa perlu angkat bicara buntut tidak dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud periode 2019-2024 pada 22 Juli 2019 lalu.


Hal ini sekaligus untuk menjawab simpang siurnya pemberitaan yang terkesan menghakimi bahkan, menjurus pada 'menyalahkan' pemerintahan Sulut yang digawangi OD-SK.


 Apalagi imej yang berkembang di masyarakat diduga ada pembiaran dan sengaja menghambat pelantikan Elly Lasut sebagai Bupati terpilih. (Baca:Talaud)

Stafsus Max Siso, mengatakan fakta tidak dilantiknya pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih kepulauan Talaud, karena murni masih ada persoalan, sehingga Gubernur OD belum melakukan proses pelantikan.


"Pertama, Elly Lasut telah membohongi negara. Dasarnya apa? Dasarnya, adalah Elly Lasut, minta diberhentikan pada 2011, karena ada putusan inkracht berdasarkan putusan Kasasi. Tetapi Kasasi itu bukanlah akhir dari sebuah proses hukum, ketika dia (Elly lasut,red) melakukan upaya hukum luar biasa dengan meminta PK maka putusan Kasasi ini menjadi tidak inkracth," tuturnya.

Ia menyebut, yang kedua bahwa permohonan PK 2014, memperkuat putusan Kasasi. Artinya, ketika PK disitu baru putusannya inkracth. Jadi, incragthnya putusan Elly Lasut pada tahun 2014 bukan 2011.

"Nah, Elly melakukan pembohongan kepada negara berdasarkan inkracthnya pada Kasasi, padahal di detik yang sama dia memegang putusan PK," tutur Siso.

Lebih lanjut, ia mengatakan sampai kiamat Constan Ganggali sebagai Wakil Bupati (waktu itu,red) tidak pernah diangkat sebagai Bupati.


"Ganggali hanya diangkat sebagai Plt Bupati sampai akhir masa jabatan," katanya.

Ia menceritakan, prosedur pemberhentian Elly Lasut di 2014 atas usulan DPRD kepulauan Talaud oleh karenanya memori serah terima jabatan (waktu itu,red) antara Elly Lasut dan Sri Wahyumi Manalip,

"Disinilah letak poin dimana Elly membohongi negara," singkatnya.


Kemudian, ketika Elly Lasut mengatakan bahwa dirinya semestinya dibehentikan pada tahun 2011. Lanjut Siso, itu sudah ditegaskan lewat SK revisi terhadap SK 131 yang di tanda tangani oleh pejabat yang statusnya tiga tingkat di bawah Menteri.

"Dalam sistem hukum kita tidak mungkin ada pejabat dibawah menteri kemudian membatalkan putusan Menteri," tukasnya, seraya menambahkan apalagi ini diperkuat disaat putusan MA turun menolak Kasasi Elly Lasut, artinya SK 131 yang ditandatangi pejabat dibawah menteri improsuderal dan batal demi hukum.

Persoalan adalah, kenapa tidak sejak awal. Apakah MK sudah mengadili? Sementara, MK mengadili prosedur yang sifatnya pelanggaran pemilu bukan adminiatrasi.


"Nah, soal ini MK memang tidak memiliki kewenangan karena sifatnya administratif," tandasnya.


Lebih lanjut, Siso menuturkan sejatinya sebuah proses politik masih ada penggenapanya oleh hukum administrasi negara yang di dalamnya  ada sesuatu yang bersifat automaticly atas kewajiban ratifikatif.


"Kewajiban itu terdapat pada mengingat ketika dia menyebut undang-undang disitulah letak persoalanya. Jadi sudah jelas siapa yg tidak jujur Gubernur atau Elly Lasut maka sekali lagi disinilah Elly Lasut telah membohongi negara," tegasnya.


Sejurus kemudian, Siso menambahkan bahwa kewenangan MA yang telah menolak itu menjadi rujukan bahwa Elly Lasut sudah dua periode sebagai Bupati Talaud.

"Karena SK 131 itu keputusan administrasi negara maka itu bisa direvisi akan tetapi ketika mendapat status kedudukan hukumnya oleh keputusan MA maka ini final," tandasnya.

Hal senada dilontarkan staf khusus Gubernur Husen Tuahuns, yang menambahkan bahwa dalam putusan MA memang sama sekali tidak membatalkan terpilihnya Elly Lasut sebab itu bukan menjadi kewenangan mereka.

"Memang dalam putusan mahkamah agung tidak menywbutkan adanya pembatalan atas terpilihnya Elly Lasut, karena itu memang bukan kewenangan MA tetapi domain Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengadil sengketa pemilu," timpal staf Khusus Gubernur lainya Husen Tuahuns.

Karena Bupati dan Wakil Bupati Terpilih belum dilantik terakhir, Mendagri mengirim radiogram kepada Gubernur, nomor: T.131.71/3827/OTDA, tertanggal 18 Juli 2019, perihal pengangkatan sekretaris daerah (Sekda) sebagai pelaksana harian (Plh) Bupati Talaud.


SEMENTARA ITU


Pakar politik, Dr. Ferry Daud Liando kepada awak media menduga hal yang belum beres, sehingga perlu dilakukan penundaan dan akhirnya Mendagri melalui Gubernur menunjuk Sekda sebagai Plh Bupati Talaud.

Namun menurut Ferry Liando, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Talaud telah meloloskan Elly Lasut sebagai calon kepala daerah kemudian ditetapkan sebagai calon terpilih melalui pleno KPU membuktikan bahwa ada pegangan bagi KPUD yang dijadikan dasar sehingga menganggap Elly Lasut belum menjabat dua periode sehingga memenuhi syarat menjadi calon bupati.

Walaupun demikian pada saat proses penetapan calon waktu lalu masih sempat memperdebatkan status periodisasinya. Memang di satu sisi ada yang mempersepsikan bisa disebut telah menjabat dua periode, namun di sisi lain ada pihak yg memahami belum cukup dua periode.

PKPU nomor 3 tahun 2017 mengatur syarat calon belum 2 periode.

Pihak yang menyebut periodisasi Elly Lasut telah dua periode berpandangan, pertama, saat diberhentikan sementara pada 27 Agustus 2010, saat Elly Lasut tidak digantikan dengan pejabat definitif sampai 2014 dimana berakhirnya satu periode.

“Ketika itu Constan Ganggali sebagai wakil bupati hanya diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) dan tidak pernah dilantik sebagai pejabat definitif sebagaimana di daerah lain,” tandas Liando.

Padahal, kasus yang sama di Kota Tomohon, Jimmy Eman langsung dilantik sebagai pejabat definitif menggantikan Jeferson Rumajar. Tidak diangkatnya pejabat definitif, secara otomatis pejabat yang hanya diberhentikan sementara bisa diinterpretasi masih terhitung atau berjalan masa periodisasinya.

Kedua, di SK nomor 131.71-626 tahun 2010 hanya disebut pemberhentian sementara, bukan diberhentikan secara permanen.

Ketiga, di SK Mendagri nomor 131.71-3200 tahun 2014, ada kalimat tertulis “Saudara Elly Lasut diberhentikan dari jabatannya sebagai Bupati Kepulauan Talaud masa jabatan 2009-2014 (periode ke-2).

Keempat, di SK 131.71-3241 menyebutkan, ternyata surat gubernur tentang usul pemberhentian nanti dikirim ke Mendagri pada 11 Juni 2014.

“Artinya, Elly Lasut terhitung menjabat sampai 2014,” beber Ferry Liando.

Namun demikian, menurut Ferry Liando, keluar lagi SK Mendagri nomor 131 tahun 2017 dengan membatalkan SK terdahulu yang menyebutkan bahwa pemberhentian Elly Lasut sebagai bupati terhitung sejak 10 Agustus 2011.

Jika mengikuti SK terbaru berarti Elly Lasut betul BELUM terhitung dua periode sehingga memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon kepala daerah.

Jika SK Mendagri 131 telah secara sah telah mengklarifikasi status periodisasi Elly Lasut, maka wajib bagi KPU untuk meloloskannya, “Elly Lasut masih punya hak politik sebagai calon”.

“Namun demikian ini menjadi koreksi bagi Mendagri dalam mengeluarkan keputusan. Apalagi saat itu surat keluar pada saat momentum Pilkada, sehingga pihak yang dianggap dimintai pertanggungjawaban adalah Mendagri,” pungkas Liando.(ayi)